Sunday, March 21, 2010

Labuhan Deli, 20 Februari 2010


Tiba-tiba pintu diketuk  dari luar, ternyata sudah jam 05.45. Sontak kami bangun, tapi kog gelap sekali. Yuhu … ternyata ada pemadaman listrik. Dikeluarkanlah senjata andalan [baca: HP ] untuk jadi sumber penerangan. Kami berangkat jam 06.30, naik angkot. Dalam waktu setengah jam kami sampai. Karena masih ada sedikit waktu, kami putuskan untuk sarapan, mie balap dan lontong sayur jadi pilihan.

Lokasi PPA tidak jauh dari tempat kami turun dari angkot tadi. Menunggu dan berbincang sebentar, kemudian kami menuju lokasi masing-masing. Sudah siap dengan kondisi perjalanan yang harus ditempuh dengan berjalan kaki, kami [saya dan pendamping dari PPA, K’Tina namanya] melangkah maju. Dalam hati berdoa, semoga keluarga yang dikunjungi menerima dan nantinya interview berjalan lancar.

Dari seluruh keluarga yang saya kunjungi, semua rumah beratap seng dan berdinding papan yang disusun. Sistem pembuangan sampah yang dikelola masing-masing keluarga. Ada satu keluarga yang memang mengelola sampahnya untuk menjadi pupuk untuk tanaman yang dijualnya, tetapi dua yang lain hanya dibakar.

Keluarga pertama, dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai tukang becak dan isterinya membuka warung kecil yang menjual sembako. Pertama memasuki rumahnya, saya tidak terlalu kaget, karena keadaan rumah ini dengan sekitarnya tidak jauh berbeda. Beratapkan seng, dindingnya sebagian besar dari papan. Sebenarnya rumah itu hanya ada satu ruangan besar, tetapi dibuat penyekat dari tripleks untuk memisahkan ruang tamu dengan ruang lainnya. Lantainya tidak memakai ubin ataupun keramik,hanya peluran semen. Dari segi pendapatan, keluarga ini hanya mengandalkan pemasukan dari sang suami dan warung kecil yang memberi keuntungan yang tidak seberapa. Keluarga ini sungguh ramah dalam mejawab setiap pertanyaan. Sempet agak tidak enak saat menanyakan soal jumlah anak yang dimiliki, karena anak nomor dua ibu itu belum lama meninggal karena kecelakaan.

Keluarga kedua, jarak dari rumah keluarga pertama cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Rumahnya berada di lingkungan yang cukup berbeda dengan keluarga pertama, jauh lebih baik. Orang tua yang anaknya dilayani di PPA masih tinggal menumpang di rumah dinas mertuanya. Mereka bilang, selama yang bersangkutan atau isteri masih hidup, masih boleh menempati rumah tersebut. Keadaan rumahnya lebih rapi kalau dibandingkan rumah kebanyakan rumah di lingkungan lain. neneknya menjual anggrek dikesehariannya, bapaknya bekerja sebagai teknisi mesin fotokopi yang dibayar perbulan, sedangkan ibunya menjual pakaian sesuai dengan permintaan. Masih ada keluarga yang bekerja diluar kota, tetapi hanya pulang sesekali dalam sebulan. Ada juga seorang keluarga yang menumpang sementara saat saya datang.

Keluarga ketiga, pertama melihat keadaan rumah yang kelihatan agak berbeda dengan lingkungan sekitar. Keadaannya lebih memprihatinkan kalau dibandingkan dengan rumah sekitar. Rumahnya hanya rumah sewaan. Keadaan di dalam rumah, tidak jauh berbeda dari bayangan saya, tidak ada kursi tamu hanya beralaskan tikar. Kepala rumah tangga berprofesi sebagai pekerja bagian security, sedangkan isterinya seorang ibu rumah tangga. Mereka masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, karena air sumur mereka tidak layak untuk di konsumsi.

Banyak hal menjadi berkat dan pembelajaran pribadi. Mereka tidak malu untuk menyapa orang yang datang dengan kata ‘syalom’ dan akan berkata ‘Tuhan memberkati’ jika orang itu berpamitan pulang. Mereke sudah memiliki pemahaman bahwa mereka haruslah jujur dalam segala bidang hidup.

0 comments:

Post a Comment