Friday, March 26, 2010

Marelan, 22 Februari 2010


Hari ini ga terlambat … Hore! Malah bangun lebih pagi dan lebih teratur. Ayo berangkat ke MaryLand! Cuma sedikit mis waktu mencari lokasi gerejanya. Tapi akhirnya ketemu juga. Sedikit curiga saat ojek lewat perumahan yang ‘sedikit’ mewah, tapi ternyata lokasinya di belakang perumahan tersebut. Nyampenya kepagian, orang-orangnya belom pada dateng jadi sarapan dulu, walau dengan tempat seadanya, he3



Sampai di keluarga yang pertama, saya disambut ramah oleh sang ibu yang langsung mengelar tikar di ruang depan. Belum lama wawancara berlangsung, sang bapak baru tiba dengan seragam satpamnya. Si ibu hanya sebagai ibu rumah tangga. Rumahnya beratapkan seng dan berdinding tepas yang tidak rapat [kalau untuk ngitip pun masih bisa]. Lantainya, jangankan keramik, ubin hitam pun tidak. Rumah itu hanya dipinjamkan oleh kakaknya. Pinggiran rumah ada dibuat tanggul kecil dari batu bata dua tumpuk karena jika hujan besar, rumah itu bisa tergenang air, sampai-sampai tidak bisa ditinggali. Keluarga ini memiliki enam anak, dengan empat diantaranya harus dibiayai sekolahnya, sedangkan mereka hanya mengandalkan pendapatan dari sang ayah. Pengeluaran akan berlebih jika banyak pesta kawin keluarga yang harus diikuti.

Di keluarga kedua pun, sang ibu menyambut ramah saya. Dia bilang kalau bapak lagi ke kantor kelurahan, sebentar juga balik. Pertama mendata anggota keluarga yang tinggal, haiya … anaknya banyak kali [dalam hati, hobi kali …], mereka punya 6 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Kalau dilihat dari keadaan rumahnya, mungkin lebih baik, karena rumah sudah milik sendiri dan sudah permanen [dalam artian dinding terbuat dari batu bata]. Bapak bekerja sebagai supir angkutan keluar kota, yang bekerja dari jam6 pagi sampai jam6 sore paling cepat. Ibu mengerjakan lahan yang ditanami kangkung. Dua anak perempuan tertua mereka kadang bekerja sebagai pengupas udang untuk menambah uang ongkos sekolah mereka. Dari ngobrol-ngobrol dengan bapaknya, walaupun waktunya tersita banyak untuk bekerja, tetapi dia masih perhatian dengan setiap anaknya, terutama di segi pendidikan.

Keluarga ketiga, rumahnya hanya berjarak 2 rumah dari PPA. Dikira pertama rumah yang berdinding keramik, ternyata rumahnya yang sangat sederhana di samping rumah itu. Hanya ada ibu di rumah, itu juga dia mempercepat pulang dari pasar setelah menutup warung sayurnya lebih awal. Suaminya bekerja di luar kota dan hanya pulang kerumah sebulan sekali. Keluarga ini punya 3 orang anak. Interview berjalan lancar sampai pertanyaan soal ‘apakah pernah ada anggota keluarga yang tidar dengan perut lapar’, sedikit kaget karena ibu itu meneteskan air mata, kemudian saya berusaha menghibur. Ibu teringat klo bapak harus bekerja keluar kota karena terkena PHK saat pabrik tempatnya bekerja tutup. Ibu ini juga merasakan beban yang lumayan karena ketiga anaknya bersekolah di sekolah swasta.

Pembelajaran pribadi : mereka begitu menghargai kedatangan kita, bahkan sampai tidak bekerja sehari dan bisa dibilang tidak berpendapatan sehari itu. Mereka merelakan itu semua, begitu care-nya dengan kami yang baru mereka kenal dalam waktu 1-2 jam saja. Pertanyaan buat kita, apakah kita juga bisa segitu peduli dengan orang yang baru kita kenal atau bahkan kita ga kenal? Satu lagi buatku, don’t judge the book by it’s cover. Memang ada sedikit ketakutan saat menghadapi para orang tua, yang notabene orang batak, dan menurut saya tampangnya agak sedikit menyeramkan, tapi setelah ngobrol saya berpendapat ‘muka batak, hati jawa’.

Sunday, March 21, 2010

Labuhan Deli, 20 Februari 2010


Tiba-tiba pintu diketuk  dari luar, ternyata sudah jam 05.45. Sontak kami bangun, tapi kog gelap sekali. Yuhu … ternyata ada pemadaman listrik. Dikeluarkanlah senjata andalan [baca: HP ] untuk jadi sumber penerangan. Kami berangkat jam 06.30, naik angkot. Dalam waktu setengah jam kami sampai. Karena masih ada sedikit waktu, kami putuskan untuk sarapan, mie balap dan lontong sayur jadi pilihan.

Lokasi PPA tidak jauh dari tempat kami turun dari angkot tadi. Menunggu dan berbincang sebentar, kemudian kami menuju lokasi masing-masing. Sudah siap dengan kondisi perjalanan yang harus ditempuh dengan berjalan kaki, kami [saya dan pendamping dari PPA, K’Tina namanya] melangkah maju. Dalam hati berdoa, semoga keluarga yang dikunjungi menerima dan nantinya interview berjalan lancar.

Dari seluruh keluarga yang saya kunjungi, semua rumah beratap seng dan berdinding papan yang disusun. Sistem pembuangan sampah yang dikelola masing-masing keluarga. Ada satu keluarga yang memang mengelola sampahnya untuk menjadi pupuk untuk tanaman yang dijualnya, tetapi dua yang lain hanya dibakar.

Keluarga pertama, dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai tukang becak dan isterinya membuka warung kecil yang menjual sembako. Pertama memasuki rumahnya, saya tidak terlalu kaget, karena keadaan rumah ini dengan sekitarnya tidak jauh berbeda. Beratapkan seng, dindingnya sebagian besar dari papan. Sebenarnya rumah itu hanya ada satu ruangan besar, tetapi dibuat penyekat dari tripleks untuk memisahkan ruang tamu dengan ruang lainnya. Lantainya tidak memakai ubin ataupun keramik,hanya peluran semen. Dari segi pendapatan, keluarga ini hanya mengandalkan pemasukan dari sang suami dan warung kecil yang memberi keuntungan yang tidak seberapa. Keluarga ini sungguh ramah dalam mejawab setiap pertanyaan. Sempet agak tidak enak saat menanyakan soal jumlah anak yang dimiliki, karena anak nomor dua ibu itu belum lama meninggal karena kecelakaan.

Keluarga kedua, jarak dari rumah keluarga pertama cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Rumahnya berada di lingkungan yang cukup berbeda dengan keluarga pertama, jauh lebih baik. Orang tua yang anaknya dilayani di PPA masih tinggal menumpang di rumah dinas mertuanya. Mereka bilang, selama yang bersangkutan atau isteri masih hidup, masih boleh menempati rumah tersebut. Keadaan rumahnya lebih rapi kalau dibandingkan rumah kebanyakan rumah di lingkungan lain. neneknya menjual anggrek dikesehariannya, bapaknya bekerja sebagai teknisi mesin fotokopi yang dibayar perbulan, sedangkan ibunya menjual pakaian sesuai dengan permintaan. Masih ada keluarga yang bekerja diluar kota, tetapi hanya pulang sesekali dalam sebulan. Ada juga seorang keluarga yang menumpang sementara saat saya datang.

Keluarga ketiga, pertama melihat keadaan rumah yang kelihatan agak berbeda dengan lingkungan sekitar. Keadaannya lebih memprihatinkan kalau dibandingkan dengan rumah sekitar. Rumahnya hanya rumah sewaan. Keadaan di dalam rumah, tidak jauh berbeda dari bayangan saya, tidak ada kursi tamu hanya beralaskan tikar. Kepala rumah tangga berprofesi sebagai pekerja bagian security, sedangkan isterinya seorang ibu rumah tangga. Mereka masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, karena air sumur mereka tidak layak untuk di konsumsi.

Banyak hal menjadi berkat dan pembelajaran pribadi. Mereka tidak malu untuk menyapa orang yang datang dengan kata ‘syalom’ dan akan berkata ‘Tuhan memberkati’ jika orang itu berpamitan pulang. Mereke sudah memiliki pemahaman bahwa mereka haruslah jujur dalam segala bidang hidup.

Berawal dari Ketidaksengajaan

GiLa ... udah lama banget ga ngisi ni BLOG, cuma karna ada seorang teman yang penasaran akan cerita ini, jadi diputuskan untuk memulai menulisnya walaupun mungkin udah telat banget.

Cerita berawal dari insomia dan bermain farmville di Facebook. Haha, alih-alih menginginkan suatu 'gift', sms mb Gatik yang ada di jogja, yang juga pengemar farmville ... eh malah dapet info ada proyek compassion 2010. Katanya coba masukin lamaran aj sapa tau bisa ikutan. Okay kirim deh tu email. 1bulan tunggu eh baru dapet telpon panggilan, karna emg ud mupeng pas ditanya utk tanggal segitu bisa datang ke bandung ato ga, langsung di jawab bisa.

Yuhu ... Jadi juga ke Bandung. Dengan modal nekad naik travel berangkat ke Bandung menuju rumah satu keluarga di sana.

Singkat cerita, abis Training 3hari, berangkat deh ke Medan. Asik-asik kota baru lagi, tapi ... ups, harus naik pesawat, ini dia yang ...


...

Mendarat di Bandara Polonia, Medan tgl 19Februari2010 siang. Thanks God, saya udah nyampe daratan. :D

Thanks God juga bisa ditempatkan di team yang orang2nya emg sungguh keren,hihihi ..termasuk diri saya,wkwkwk. Kami berlima, 2co dan 3ce. Ada Bang Anta, Kak Ria, Bang Mico, Kak Flo dan saya sendiri.

depan kantor compassion, bandung

Cerita selanjutnya ...

(...bersambung...)