Friday, July 23, 2010

Hiliserangkai, 1 Maret 2010

The journey begin ...

Hari pertama kerja di Nias, lagi2 disambut dengan listrik yang padam di pagi hari setelah tidur malam yang cukup nyaman karena hujan. Dengan lilin yang sudah dipersiapkan dari medan kami memulai aktivitas antrian mandi. Setengah tujuh pagi mobil menjemput dan kami berangkat. Sampai di PPA 123 pukul 08.00, cukup mepet karna sarapan dulu sebelumnya.

Hari ga mungkin ketemu keluarga yang ga ada petaninya, sudah sangat bisa dipastikan. Soal kendala bahasa, kita percayakan saja pada tentor/mentor yang mendampingi,hehe … ya kan ga mungkin kami bisa dalam sekejap.

Dengan berjalan kaki kami mendatangi keluarga yang pertama. Huhu, beneran kan, ibunya sih orang madiun, tapi udah kelamaan di nias kayaknya, ampe pelafalan tiap katanya ngantung2 juga. Jadi lumayan lama juga di keluarga ini karna harus diterjemahkan. Rumah ini beratapkan rumbia dan berdinding papan, pintunya pun ya papan yang seperti papan kios2 warung kecil di jakarta [yang saya
tau sih,hehe], yang pasti bukan pintu yang ada engselnya itu. Bapak mengarap kebun karet, itu juga sekarang udah jarang2 karna bapak sering sakit. Ibu berjualan es di kota 2kali sepekan. Kalau dari segi pendidikan, yang bisa membaca dan menulis dengan lancar hanya anak pertama mereka yang smp pun tak lulus. Ditengah wawancara, 2orang tetangga pun ikutan nimbrung,untung ga bikin riweh.

Di keluarga kedua, saya langsung dipersilahkan masuk oleh seorang bapak. Isterinya sedang mengandung anak ke empat. Rumahnya cukup kecil, ukurannya mungkin tidak lebih dari 5x5 meter persegi. Dinding rumahnya dari papan, tapi dibagian bawahnya masih ada celah yang memungkinkan air masuk rumah klo hujan besar. Penerangannya masih mengunakan lampu minyak tanah [tepklok] dan itu hanya satu, belum ada listrik di rumah itu dan otomasis tidak punya barang2 elektronik. Ibu ini petani karet yang tanahnya merupakan warisan dari orangtua sang suami. Bapak ini sudah hampir 3bulan tidak bekerja karna kakinya hampir tidak bisa digerakkan, suka gemetar2 gimana gitu kata bapak ini, mungkin rematik katanya lagi. Tidak diperiksakan ke rumah sakit karena terbentur masalah biaya yang sangat mahal.

Setelah makan siang, kami berangkat ke rumah keluarga ketiga, karna bapak ini baru pulang dari bekerja sekitar jam makan siang. Masuk di depan rumahnya, dan ternyata bukan rumahnya [taunya belakangan] karena rumah bapak ini hanya sebuah ruangan di belakang, ada rencana juga membuat satu ruangan lagi tp blm ada biayanya. Selama saya mewawancarai keluarga ini, ada 3orang tetangga yang berjejer mendengarkan dan sedikit berkomentar, untuk tidak membuat rusuh,hehe … anaknya yang masih kecil hilir mudik sambil membawa sepasang vcd, hilir mudiknya sih biasa aj, vcd yang dibawanya itu yang ga biasa. Kayaknya sih orang2 sekitar itu ga tau [mungkin] itu vcd apa, tapi setelah saya sedikit perhatikan, ternyata itu vcd porno, ada gambar2 ga jelas itu dan tulisan ‘rape 2’…ckckck, sungguh tidak menyangka.

Akhirnya ketemu juga WC/kakus yang diomongin k’Riama waktu training di bandung, yang memang
WC/kakus terbuka itu. Huhu …


Ini dia kakak-kakak dan bapak-bapak yang udah bersedia membantu kami apalagi soal menerjemahkan bahasa. Percaya ga, kalau di desa yang satu ini, semua nama keluarga alias marga mereka itu semuanya 'Mendrofa'? Jadi bingung waktu kenalan, terutama bapak-bapak itu.

0 comments:

Post a Comment